Dalam fenomena remaja, pergaulan yang sering kita sebut pergaulan bebas memiliki segudang makna negative. “bebas” diartikan pada konteks hilangnya kesadaran seseorang untuk bisa melakukan apa saja, tanpa mengenal batas halal dan haram.

Pergaulan bebas yang selalu diidentikkan pada diri remaja ini, pada masa sekarang sudah menjadi trend atau menjadi gaya hidup remaja, yang mau gak mau bagi para remaja harus dijalani. Sebab, jika tidak mengikuti gaya hidup kebanyakan remaja, berbagai cemooh akan disandangnya seperti gak gaul, katrok, dsb.
Istilah-istilah tersebut (gak gaul, katrok, dsb) sebisa mungkin harus dihindarkan. Bagi para remaja, gengsi hidup yang berlebihan menjadi penggerak utama dalam menapaki hari-harinya. Sehingga tak jarang kita menjumpai remaja yang hanya sibuk menghabiskan waktu berdandan seganteng atau secantik mungkin, minum-minuman keras, berpacaran yang berlebihan, kebut-kebutan dijalanan.

Bagi mayoritas remaja bali, lebih khusus remaja-remaja di desa pejarakan ini, minum-minuman keras telah menjadi trend sejak lama. Sekumpulan remaja dengan membuat kelompok-kelompok kecil “mojok” diberbagai perempatan jalan dan di berbagai tempat untuk menikmati “arak” sebagai bentuk kesetiakawanan antar sesama teman.

Berdalih sebagai kesetiakawanan, kebiasaan ini secara tak sadar berubah menjadi awal dari segala keresahan yang ada di desa ini. Pemuda mabuk dimana-dimana, hanya dapat memancing emosi dari diri mereka untuk perkelahian atas dasar gengsi semata. Konflik antar kelompok, adalah sikap dan sifat manusia-manusia primitive yang selalu mengedepankan egoisme kelompok yang belebihan.
Lantas, apa yang harus dibanggakan dari pemuda-pemuda didesa ini? Apakah hanya dengan adanya bandit-bandit yang piawai dalam perkelahian?Apakah desa ini bangga dengan pemuda yang pemabuk? Lalu dengan kondisi pemuda yang semacam ini, apakah layak pemuda desa pejarakan menjadi generasi pemuda yang diharapkan melanjutkan estafet kepemimipinan masyarakat?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah sebuah refleksi bersama akan kondisi desa yang memprihatinkan. Seolah-seolah, sulit rasanya membayangkan bahwa sebuah desa terpencil di ujung barat pulau bali ini, memunculkan bibit-bibit pemuda yang dapat mewarnai negeri ini dengan berbagai keahlian ilmu dan prestasi. Sebagaimana kita ketahui, bahwa tokoh-tokoh nasional seperti SBY, Mahfud MD, Komaruddin Hidayat, zuhairi misrawi, abdul muqzith ghazali, dan lainnya merupakan tokoh yang kebanyakan dari desa-desa terpencil.

Saatnya semua berperan untuk menggeser paradigma lama akan gaya hidup pemuda yang mabuk-mabukan, berkelahi dan bermalas-malasan, menuju paradigma baru yang lebih berkesadaran akan pendidikan, berkreasi dan berpengalaman. Dan semua itu bukanlah mustahil bagi kita semua sebagai masyarakat desa pejarakan, bahwa beberapa tahun yang akan datang akan muncul tokoh-tokoh intelektual dari desa yang gersang dan panas ini.  Posting 07 Oktober 2011 (Abraham I-Boy, Asli Pejarakan )